Kabupaten Karawang, spiritnews.co.id – Untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Karawang akan lebih serius mengelola pajak dari berbagai sektor.
Kepala Bapenda Kabupaten Karawang, Asikin, mengatakan, awalnya Bapenda merupakan organisasi perangkat daerah (OPD) bernama Dinas Pengelolaan Pendapatan, Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Karawang, sesuai Peraturan Daerah (Perda) Nomor 14 tahun 2016 tentang pembentukan dan susunan perangkat daerah Kabupaten Karawang.
“Atas perubahan itu, DPPKAD menjadi dua Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) dan Bapenda, kata Asikin dalam acara sosialisasi dan peningkatan pemahaman peraturan pajak daerah tahun 2019, Kamis (27/2/2019) di Hotel Swiss Bell Karawang.
Baca Juga : Tekan Lost Pajak, Bapenda Purwakarta Pasang 10 Tapping Box
Dikatakan, setelah berubah nama menjadi Bapenda, maka pihaknya saat ini lebih fokus mengelola pajak hotel, restoran, hiburan, parkir, penerangan jalan, mineral bukan logam dan batuan, sarang burung walet, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), pajak reklame, pajak air bawah tanah dan pajak bumi bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB P2).
“Kebijakan pengelolaan pajak daerah berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 15 Tahun 2018 tentang perubahan kedua atas peraturan daerah Nomor 12 tahun 2011 tentang pajak daerah,” katanya.
Diakuinya, subjek pajak hotel adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran kepada hotel. Sedangkan dasar pengenaan pajak hotel adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada hotel.
“Besaran pokok Pajak Hotel yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasr pengenaan pajak. Pengusaha hotel harus menambahkan pajak hotel atas pembayaran pelayanan di hotel dengan menggunakan tarif pajak. Tarif pajak hotel atas semua objek pajak hotel selain rumah kos ditetapkan sebesar 10 % dan tarif pajak hotel untuk objek pajak rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 %,” kata Asikin.
Berita Terkait : Semester I Tahun 2017, Bapenda Karawang Catat Realisasi Pajak Sebesar 31,42 Persen
Terkait dengan pajak restoran berupa rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar dan sejenisnya termasuk jaga boga/katerian. Pajak restoran adalah pelayanan yang disediakan oleh restoran yang omset penjualannya dibawah Rp 10.000.000 sebulan.
“Jumlah pembayaran yang diterima restoran termasuk adalah jumlah pembayaran setelah potongan harga dan jumlah pembelian dengan menggunakan voucher makanan atau minuman. Tarif pajak restoran ditetapkan sebesar 10 %,” ujarnya.
Tarif pajak hiburan yang sudah ditetapkan adalah, kata Asikin, untuk tontonan film sebesar 10 %, untuk pagelaran kesenian dan hiburan rakyat/tradisional, seperti seni lukis, seni tari dan kesenian lainnya sebesar 5%, untuk pertandingan olah raga dan binaraga sebesar 10 %, untuk pagelaran musik sebesar 15 %, untuk pameran, pagelaran busana, kontes kecantikan sebesar 20 %, untuk permainan bilyard dan bowling sebesar 25 %.
Untuk permainan ketangkasan sebesar 25 %, untuk diskotik sebesar 50 %, untuk karaoke sebesar 30 %, untuk mandi uap, SPA, refleks dan panti pijat sebesar 35 %, untuk pacuan kuda dan balapan kendaraan bermotor sebesar 20 %, untuk pertunjukan sirkus, akrobat dan sulap sebesar 15 %, untuk pusat kebugaran atau fitness center sebesar 20 %.
“Untuk usaha hiburan dan olahraga yang merupakan fasilitas hotel, seperti karaoke, diskotik, klab malam, SPA, refleksi, pijat, pusat kebugaran (fitness center) harus didaftarkan sebagai wajib pajak hiburan dan dikenakan pajak hiburan, apabila fasilitas tersebut dapat dinikmati bukan oleh bukan tamu hotel, lokasi fasilitas terpisah dari bangunan induk hotel, pengelolaan fasilitas bukan pengelola hotel, harga jual yang dibebankan kepada pengunjung langsung diterima pada saat pengunjung selesai menikmati (fasilitas) dan tidak dibukukan serta digabung dengan tagihan hotel,” jelasnya.
Sedangkan pajak atas penyelenggarakan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan valet parkir dan tempat penitipan kendaraan bermotor disebut pajak parkir.
“Namun tidak termasuk objek pajak parkir yang dikelola pemerintah atau pemerintah daerah, tempat perparkiran ntempat parkir oleh perkantoran yang hanya digunakan untuk karyawan sendir, tempat parkir oleh kedutaan, konsulat dan perwakilan negara asing dengan asas timbal balik,” ujarnya.
Apabila pemeriksaan potensi pajak belum dapat dilaksanakan, maka dasar pengenaan pajak parkir adalah jumlah kapasitas atau daya tampung parkir maksimal kendaraan yang seharusnya dikenakan.
“Biaya parkir yang seharusnya dikenakan untuk kendaraan bermotor roda dua sebesar Rp 1.000 dan kendaraan bermotor roda tiga dan roda empat sebesar Rp 3.000,” ungkapnya.(sir)