Jakarta, spiritnews.co.id – Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja & Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta & PKK), Maruli A. Hasoloan, mengatakan, pemerintah Indonesia sudah melaksanakan enam program perlindungan pekerja migran Indonesia.
“Berbagai upaya terus dilakukan pemerintah Indonesia untuk meningkatkan perlindungan bagi setiap pekerja migran yang bekerja di luar negeri,“ kata Maruli saat menghadiri acara Book Launch and Policy Dialogue “The Future of Human Rights Cooperation on Migrant Workers’ Rights in ASEAN and Beyond” di Jakarta, Selasa (29/1/2019).
Baca Juga : Indonesia dan Hong Kong Perkuat Perlindungan dan Kesejahteraan Pekerja Migran
Pada akhir 2017, kata Maruli, pemerintah Indonesia telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI).
“Terbitnya Undang-undang PPMI ini menjadi instrumen perlindungan sebagai bentuk kehadiran negara dalam memberikan pelayanan dan perlindungan bagi setiap pekerja migrant,” kata Maruli.
Baca Juga : Kemnaker Luncurkan Aplikasi Sistem Informasi Pekerja Migran Indonesia
Dikatakan, guna memberikan perlindungan sebelum bekerja, saat ini Pemerintah Indonesia membentuk Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA). LTSA memberikan layanan yang transparan dan cepat bagi para calon pekerja migran Indonesia.
“Hingga tahun 2018, telah terbentuk 32 LTSA di wilayah Kabupaten/Kota yang merupakan lokasi potensi pekerja migran Indonesia,” ujarnya.
Di samping itu, untuk memberikan informasi dini terkait bermigrasi yang aman bagi para calon pekerja migran Indonesia, Pemerintah telah membentuk Desa Migran Produktif (Desmigratif) yang mana salah satu pilarnya adalah layanan migrasi.
Berita Terkait : Indonesia–Taiwan Teken MoU Peningkatan Perlindungan Pekerja Migran
“Desmigratif sendiri meliputi 4 pilar, yaitu layanan migrasi, usaha produktif, community parenting, dan koperasi, yang mana juga memberikan pemberdayaan bagi keluarga pekerja migran Indonesia dan purna pekerja migran Indonesia sebagai bentuk perlindungan Pemerintah setelah masa kerja,” tuturnya.
Dijelaskan, upaya lain yang dilakukan pemerintah Indonesia adalah dengan membentuk Satuan Tugas pencegahan pekerja migran Indonesia non prosedural di 21 embarkasi dan debarkasi.
Langkah selanjutnya, pemerintah Indonesia juga telah memperketat proses pemberian izin bagi perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia (P3MI), serta memperketat proses pengawasan terhadap mekanisme penempatan yang dilakukan oleh P3MI.
“Pemerintah Indonesia telah memberikan sanksi tegas terhadap P3MI yang tidak memenuhi aturan yang berlaku di Indonesia, baik berupa skorsing maupun pencabutan izin usaha dan hingga saat ini tersisa 447 P3MI yang telah dinilai baik dalam menjalankan proses penempatan pekerja migran Indonesia,” kata Maruli.
Dalam upaya pemerintah untuk memberikan perlindungan selama masa bekerja bagi para pekerja migran Indonesia, pemerintah Indonesia melakukan kerja sama bilateral dengan negara-negara penempatan, yang diperkuat dengan partisipasi aktif Pemerintah dalam kerja sama regional dan multilateral.
“Pemerintah Indonesia telah melakukan kerja sama bilateral dengan negara-negara penempatan dan telah terbentuk 12 dokumen kerja sama bilateral dalam bentuk Memorandum of Understanding danAgreement,” tutupnya.(rls/sn)