Kabupaten Tasikmalaya, SpiritNews-Bupati Tasikmalaya, Uu Ruzhanul Ulum dengan tegas mengatakan menolak apabila ibukota negara pindah ke Palangkaraya, Kalimantan Tengah.
Hal ini menyusul wacana pemerintah yang akan memindahkan ibukota. “Saya tidak setuju ibukota negara pindah ke sana,” kata Uu saat ditemui di Pendapa Lama Kabupaten Tasikmalaya, belum lama ini.
Dia beralasan, Jakarta telah dipilih sebagai ibukota oleh pemerintah terdahulu. Uu yakin, pemerintah saat itu memilih Jakarta berdasarkan pemikiran.
“Tidak menutup kemungkinan hasil istikharah para ulama, dan juga hasil ilmu yang dimiliki pada hari itu,” jelas Uu.
Alasan lain, tambah Uu, secara geografis Jakarta dekat dengan daerah manapun. Kata dia, Jakarta sudah tertata dengan rapi, pemerintahannya sudah daerah khusus. “Jika ke Palangkaraya jauh,” ucapnya.
Disinggung kemacetan dan banjir yang kerap terjadi di Jakarta, Uu mengatakan, hal itu bukan alasan mendesak kepindahan ibukota. Kemacetan, kata dia bisa diatasi. “Kok daerah lain bisa mengatasi macet, bukan hal sulit. Tinggal ada kemauan, ketegasan. Jika ada kemauan, anggaran disiapkan,” ujarnya.
Oleh karenanya, Uu sebagai kepala daerah berharap ibukota negara tetap di DKI Jakarta. “Saya harap tidak (pindah), masalah kemacetan bisa ditanggulangi pemerintah,” jelas Uu.
Ihwal masalah macet dan banjir, Uu meminta masalah yang terjadi di DKI Jakarta tersebut tidak hanya ditangani pemerintah provinsi, tapi ditangani pula oleh pemerintah pusat. Kewenangan pemerintah pusat, kata dia, luas dan anggarannya pun besar.
“Harus ada sinergitas dan keberanian dalam membuat keputusan untuk Jakarta lebih nyaman, lebih mudah dijangkau masyarakat lain,” kata dia.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo memerintahkan Bappenas mengkaji teknis kemungkinan pindahnya ibu kota dari Jakarta ke Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Bambang Brodjonegoro mengaku akan mengkaji wacana pemindahan ibukota yang diusulkan Presiden Joko Widodo.
“Karena itu Bung Karno bercita-cita suatu saat nanti akan memindahkannya dari Jakarta ke Palangka Raya,” kata Menteri Bambang saat membuka Musyawarah Rencana Pembangunan Nasional Kalimantan Tengah 2017 di Palangka Raya, Kamis, 6 April 2017.
Pemindahan ibu kota negara pernah disebut dua kali oleh Presiden pertama RI, Sukarno. Pertama saat meresmikan Palangka Raya sebagai ibu kota Provinsi Kalimantan Tengah pada 1957. Saat itu, Bung Karno ingin merancangnya menjadi ibu kota negara. Hal itu menurut Bung Karno sudah tertuang dalam master plan yang ia buat sendiri dalam pembangunan kota tersebut pada masa kemerdekaan.
Kedua dengan gaya retorikanya Bung Karno kembali menyebut Palangka Raya sebagai calon ibukota negara pada Seminar TNI-AD I di Bandung pada 1965.
“Mari kita jadikan Jakarta dan Surabaya sebagai kota-kota mati. Kedua kota besar itu bagi saudara-saudara kita di luar Jawa ibaratnya sudah menjadi Singapura dan Hong Kong-nya Indonesia. Modal hanya berpusat di kedua kota besar itu, dan seolah-olah mengeksploitir daerah-daerah di luar Jawa.”
Pemindahan ibu kota kembali ramai era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Oktober 2010 silam. Waktu itu SBY menawarkan tiga opsi untuk mengatasi kemacetan di Ibu Kota Jakarta. Pertama, mempertahankan Jakarta sebagai ibu kota maupun pusat pemerintahan dengan pembenahan total.
Kedua, Jakarta tetap menjadi ibu kota, tetapi pusat pemerintahan dipindahkan ke daerah lain. Presiden waktu itu mencontohkan Malaysia, yang beribu kota di Kuala Lumpur tapi pusat pemerintahannya di Putra Jaya. Terakhir, dibangun ibu kota baru, seperti Canberra (Australia) dan Ankara (Turki).
Opsi itu muncul kembali setelah Jakarta dilanda banjir besar pada 2013. “Presiden tak tabu membicarakan pemindahan ibu kota,” kata Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan dan Otonomi Daerah, Velix Wanggai.
Alasan dibutuhkannya pemindahan ibu kota, Tempo mencatatkan beberapa alasan. Pertama Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) memprediksi Jakarta tenggelam pada 2030 apabila Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak memperhatikan keseimbangan ekologis.
Menurut Bappenas banyaknya orang bekerja di Jakarta yang mereka tinggal di pinggiran Jabotabek, akan mengakibatkan pemborosan bahan bakar minyak (BBM). Setidaknya 6,5 miliar liter BBM senilai sekitar Rp 30 triliun yang dihabiskan oleh 2 juta pelaju ke Jakarta setiap tahun.
Masih menurut Bappenas sampai 2010 sekitar 30 juta dari 200 juta penduduk Indonesia menempati area 1500 kilometer persegi di Jabodetabek. Atau 15 persen penduduk menempati kurang dari 1 persen wilayah Indonesia.
Sedangkan pemilihan Kota Palangka Raya sudah memenuhi beberapa syarat. Seperti menurut Bappenas, Palangka Raya tidak memiliki gunung berapi dan lautan lepas sehingga aman dari ancaman gempa bumi.
Peta Gempa 2010, Kalimantan termasuk wilayah yang paling aman dari zona gempa. Pembangunan jalur kereta api, jalan raya lintas Kalimantan yang akan berdampak bagi kemajuan dan pertumbuhan ekonomi di pulau tersebut. Apalagi letak geografis Palangka Raya tepat di tengah wilayah Indonesia.
Berapa biaya yang harus dikeluarkan pemerintah bila jadi memindahkan ibu kota? Ketua Tim Visi Indonesia 2033 Andrianof A. Chaniago pada 2015 lalu pernah mengatakan biaya pemindahan ibu kota sekitar Rp 50 triliun – Rp 100 triliun bisa dikucurkan secara multy years (tahun jamak) dalam jangka 10 tahun atau sebesar Rp 5 triliun – Rp 10 triliun per tahun.(*)