Kabupaten Toba Samosir, SpiritNews-Asli tapi palsu ! Kalimat inilah yang membingungkan Marlaung Manurung Cs atas sertifikat sebidang tanah yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Toba Samosir pada 26 Pebruari 2013 silam.
Keraguan keluarga Malaung Manurung terhadap sertifikat No 19 tahun 2013 atas nama pemegang hak Marlaung Manurung, Drs. Dopang Manurung, Solo J Manurug, Tumpal Manurung, Sontang Manurung, dan Drs. Mas agung,MBA,MTH itu tidak bisa digunakan sebagai barang bukti dalam persidangan perdata di Pengadilan Negeri Kabupaten Toba Samosir dan Pengadilan Tinggi Sumatera Utara.
Menurut Marlaung Manurung, dalam persidangan didua lembaga hukum tersebut pihak atas nama sertifikat tersebut kalah dan majelis hakim memenangkan keluarga Robinson Tambunan yang tidak pernah memiliki sertifikat resmi dari BPN.
Lahan seluas lahan 800 meter yang menjadi objek sengketa itu sesuai dengan sertifikat atas nama Marlaung Manurung terletak di Kampung Lumban Nabolon, Desa Lumban Huala, Kecamatan Parmaksian, Kabupaten Toba Samosir.
“Sertifikat yang dikeluarkan BPN Kabupaten Toba Samosir pada tanggal 26 Pebruari 2013 silam, adalah atas nama saya. Sedangkan pihak Robinson Tambunan tidak memiliki sertifikat. Tetapi dia bisa menang di pengadilan. Ada apa ini ? Dimana kedilan itu ? ” kata Marlaung Manurung kepada SpiritNews, Kamis (1/6/2017).
Selain sertifikat yang dikeluarkan BPN Kabupaten Toba Samosir, kata Marlaung Manurung, pihaknya juga memiliki bukti kepemilikan atas lahan tersebut berupa surat hibah yang dibuat oleh orang tua jaman dahulu pada tahun 1963.
“Surat hibah itu yang diterbitkan tahun 1963 silam, masih kami pegang. Surat itu dibuat diatas kertas segel yang sah secara hukum pada jaman itu,” katanya.
Atas kekalahan yang dialaminya, Marlaung Manurung menilai ada skenario permainan yang sudah disetting sedemikian rupa oleh oknum petugas BPN, oknum hakim yang bekerjasama dengan keluarga Robinson Tambunan.
“Kami memiliki cukup bukti berupa surat pengakuan hak atas lahan itu dari orang tua kami pada tanggal 22 Pebruari 1963,” jelasnya.
“Dan ada juga surat pernyataan yang menjelaskan bahwa keluarga Robinson Tambunan hanya menumpang tinggal dan membangun rumah diatas lahan tersebut,” ujarnya.
Diakuinya, lahan seluas 800 meter persegi itu saat ini dimanfaatkan untuk membangun rumah tinggal atau disebut sebagai kampung.
“Akan tetapi dalam surat gugatan Nomor : 25/Pdt G/2014/PN.blg perubahan dari gugatan Nomor : 09/Pdt.G/2014/PN.Blg menyatakan bahwa keluarga Robinson Tambunan memperoleh tanah itu dari marga Manurug Hutagaol yaitu St. Herman Manurung. Padahal Herman Manurung itu tidak ada hubungan keluarga dengan keluarga kami,” tegasnya.
Kakek Robinson Tambunan bisa tinggal dan membangun rumah di kampung itu, kata Marlaung Manurung, karena ada hubungan baik antara kakek Marlaung Manurung dengan kakek Robinson Tambunan.
Dijelaskan, dalam persidangan di Pengadilan Negeri Balige, dan Pengadilan Tinggi Sumatera Utara, sertifikat miliknya dinyatakan tidak berkekuatan hukum.
“Pertanyaannya, sertifikat ini dikeluarkan BPN (lembaga negara resmi), tetapi mengapa pengadilan bisa menyatakan tidak berkekuatan hukum ? Apakah sertifikat ini palsu ? BPN harus bertanggungjawab atas sertifikat ini,” kata Marlaung Manurung.
Sementara pihak BPN terkesan mengelak untuk memberikan penjelasan, ketika pihak Marlaung Manurung mendatangi kantor BPN Kabupaten Toba Samosir. Oleh BPN, pihak Marlaung Manurung diminta untuk membuat surat permohonan permintaan salinan foto copy sertifikat yang dilengkapi dengan sertifikat asli.(oct)