Ini Alasan Jasad Korban KM Sinar Bangun Lama Mengapung dan Sejarah Danau Toba

  • Whatsapp

Medan, SpiritNews– Berbagai upaya dilakukan sejak awal kapal karam, Kamis (28/6/2018)  dari mengerahkan tenaga penyelam hingga mendatangkan alat khusus untuk menemukan  sekitar 164 koban hilang KM Sinar Bangun hingga pencarian hari ke-13.

Berdasarkan hasil rekaman remotely operated vehicle (ROV) di kedalaman 450 meter Danau Toba menyebutkan, tanda-tanda posisi bangkai KM Sinar Bangun sudah ditemukan.Sekitar tiga kilometer dari Pelabuhan Tigaras.

Bacaan Lainnya

Dugaan ini diperkuat dengan terlihatnya beberapa sepeda motor, bagian-bagian kapal, dan mayat korban.Pada foto hasil ROV, nampak jelas beberapa sepeda motor berada di dasar danau.Tidak hanya itu, jasad yang diduga korban KM Sinar Bangun pun tampak untuh.

Deputi Bidang Operasi dan Kesiapsiagaan Basarnas Brigadir Jenderal TNI, Nugroho Budi Wiryanto menyebutkan, ada sekitar delapan hingga 10 jasad yang terekam ROV.

“Yang kemarin kita temukan kan jelas. Sudah kita lihat dengan jelas. Saya sudah melihat di monitor itu. Hari ini kita lanjutkan lagi. Sekarang kita memikirkan cara menariknya dan evakuasi. Saya mohon doa restu dari seluruh masyarakat,” ujar Nugroho.

“Ada delapan sampai 10 yang kelihatan. ROV melihat hanya sampai 2 meter saja. Kalau kapal hitam saja tapi tali-talinya jelas. Kalau kapalnya tak pecah tapi utuh. Bahwa ROV jarak pandang 2 meter. Harus dekat sekali,” tambahnya.

Nugroho menambahkan, posisi jenazah berada di kedalaman 455 meter.

Ketika jasad para korban sudah ditemukan, satu pertanyaan pun muncul. Mengapa jasad-jasad itu tidak mengambang ke permukaan?

Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Soerjanto Tjahjono menjelaskan, jasad para korban butuh waktu lama untuk membusuk.

Hal itu disebabkan temperatur di dasar Danau Toba yang sangat dingin.

“Kami juga berkonsultasi dengan dokter forensik dari UI. Saya tanya, ‘dok, ini kenapa kok para jasad ini enggak naik ke atas? Kalau temperaturnya dingin di dasar Danau Toba, itu seperti kita menaruh makan di kulkas, jadi reaksi pembusukannya lambat,” jelasnya, Kamis (28/6/2018).

Menurut Sierjanto, bila ingin membuat jasad naik ke permukaan, diperlukan gas duna menambah berat jenis.

Sayangnya, karena terhalang kedalaman dan suhu dingin, jasad-jasad tersebut tak mengapung di permukaan air.

“Sehingga jumlah gasnya tidak cukup membuat berat jenis manusia ini lebih ringan dari angin, sehingga kenapa jasad-jasad tersebut tidak mengapung, atau sebagian yang mengapung,” kata Soerjanto.

Sementara itu, berdasarkan analisis ahli geologi Gagarin Sembiring yang merujuk pada beberapa penelitian, tidak munculnya jasad korban berkaitan dengan kedalaman air.

Seperti diketahui, Gunung Toba mengalami tiga kali erupsi besar.

Pada letusan pertama sekitar 850 ribu tahun lalu dan membentuk kaldera di kawasan Porsea dan Sibaganding, sebelah utara Danau Toba.

Adapun letusan ketiga adalah yang terdahsyat, terjadi sekitar 74.000 tahun lalu. Besarnya material yang dimuntahkan menghasilkan Kaldera Toba, erupsi ini terkenal dengan sebutan Super Volcano.

Nah, Kaldera itulah yang kini disebut-sebut menjadi kuburan bangkai KM Sinar Bangun.

“Posisi bangkai kapal Sinar Bangun berada di Kaldera Haranggaol yang meledak 500.000 tahun lalu. Letaknya di sebelah utara, ini wilayah terdalam Danau Toba,” kata Gagarin.

Ia menjelaskan, kedalaman Danau Toba disebutkan 500-an meter lebih, berdasarkan Hasil penelitian terakhir yang dilakukan perguruan tinggi milik Amerika Serikat.

“Dengan kedalaman seperti itu, jasad dan bangkai kapal juga butuh waktu untuk sampai ke dasar meskipun dalam keadaan tanpa arus. Sehingga jasad korban juga butuh waktu untuk naik ke atas,” kata Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia Pengurus Daerah Sumut ini.

“Ini bisa dijadikan pertimbangan. Kita juga belum pernah melakukan simulasi berapa kecepatan turun dan naiknya sehingga bisa memperkirakan berapa baru baru muncul di permukaan,” sambungnya.

“Belum lagi kita bicara hipotesa lain, misalnya ternyata kapal awalnya berada di dasar yang miring, bukan yang terdalam. Lalu meluncur ke bawah, menyebabkan arus turbidit serta lumpur ke permukaan. Mungkin di bawah sudah tercampur lumpur,” ujarnya.(SpiritNews)

 

Sumber: kompas.com

Pos terkait