Jakarta, spiritnews.co.id – Sebanyak 50 Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang termasuk Pekerja Migran Indonesia Bermasalah (PMI-B) dipulangkan dari Yordania. Ke-50 pekerja migran tersebut tiba di tanah air, Jumát (17/5/2019) siang.
Pemulangan (repatriasi) ini dilakukan KBRI Amman dengan memanfaatkan program amnesty gelombang ke-4 Pemerintah Yordania atas pengampunan pelanggaran atau kesalahan hukum.
Sebagai informasi, PMI yang memanfaatkan program Amnesty untuk pulang ke tanah air ini, keseluruhannya adalah mereka yang sudah habis masa kontrak kerja dan ijin tinggalnya di Yordania, dan memaksakan diri bekerja secara ilegal.
Baca Juga : Manfaatkan Program Amnesty, 51 Pekerja Migran Dipulangkan dari Yordania
“Program amnesti tahun 2019 ini dimanfaatkan pemerintah untuk mempercepat proses pemulangan para pekerja migran yang bermasalah di Yordania sebanyak 50 % WNI yang berstatus ilegal yang bisa dibantu oleh KBRI,” kata Kasubdit Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, Kementerian Ketenagakerjaan, Yuli Adiratna, dalam keterangan tertulisnya yang diterima redaksi spiritnews.co.id, Jumát (17/5/2019).
Dikatakan, mayoritas peserta program ini adalah pekerja migran bermasalah yang berstatus ilegal (tidak berdokumen), tentunya yang telah berdomisili di Yordania lebih dari delapan tahun.
“Pada pemulangan ini kami sampaikan bahwa tiga orang PMI yang dipulang kan daru rumah tahanan detensi An-Nadara , kasusnya telah diputuskan pemerintah untuk di deportasi dan satu orang anak dari Murni BT Nuryah Pumok dipulangkan melalui program amnesti. Pemerintah melakukan berbagai upaya agar proses repatriasi berjalan lancar. Ini bentuk perlindungan bagi pekerja migran,” katanya.
Berita Lainnya : Sidak di Jakarta Timur, Kemnaker Gagalkan Penempatan PMI Non Prosedural
“Ini bentuk perlindungan negara terhadap Pekerja Migran Indonesia salah satu program nya Desa Migran Produktif (Desmigratif), program Desmigratif bertujuan untuk meningkatkan perlindungan bagi pekerja migran sejak dari desa, pentingnya peranan petugas migran dan keluarganya dari proses migrasi yang unprosedual, beresiko tinggi dan perdagangan orang (human trafficking),” tambahnya.
Dari 50 PMI-B, 23 pekerja berasal dari Provinsi Jawa Barat. Mereka berasal dari Indramayu (7) dan Kerawang (6), Cirebon dan Sukabumi (3), Cianjur dan subang (2) Bandung, Kuningan dan Purwakarta (1), sedangkan yang berasal Jawa Tengah Brebes (3), Kendal dan Payung tengah (1) Purwodadi (1), banten (6) , NTB (4), Lombok timur (1) lampung timur (1) , yang berasal dari Situbondo Jawa Timur (1).
Dubes KBRI Amman, Andy Rachmianto, mengatakan program amnesti pemerintah Yordania ini harus dimanfaatkan sebenar-benarnya karena program ini tidak selalu ada setiap tahunnya.
Berita Lainnya : Ini Upaya Pemerintah Indonesia Melindungi Pekerja Migran
“Kami menargetkan setidaknya 50 persen dari WNI yang berstatus ilegal dapat dibantu kepulangannya,” kata Andy.
Kebijakan Amnesti ini diberlakukan selama 6 (enam) bulan, terhitung sejak tanggal 12 Desember 2018 dan akan berakhir tanggal 12 Juni 2019. KBRI Amman telah melakukan berbagai sosialisasi baik dengan pertemuan langsung, melalui telepon, maupun lewat media sosial.
Atase Ketenagakerjaan KBRI Amman, Suseno Hadi, mengatakan hampir seluruh WNI yang memanfaatkan program amnesti ini merupakan para pahlawan penyumbang devisa, yang seluruhnya perempuan dan telah menetap di Yordania selama belasan tahun.
Maka diharapkan mereka dapat memanfaatkan program amnesty ini untuk dapat kembali ke Indonesia. Bagi mereka yang tidak memanfaatkan program ini, denda izin tinggal akan dihitung sejak masa izin tinggal resminya habis dengan perhitungan 1,5 Jordan Dinar (sekitar Rp 29.500) per hari.
Setelah diumumkannya program amnesti, jumlah pekerja migran bermasalah yang mendaftarkan diri ke KBRI terus bertambah setiap harinya. Program ini diharapkan dapat menjaring seluruh WNI yang bermasalah terhadap pelanggaran izin tinggal di Yordania.
“Tim Satgas telah mengidentifikasi 50 orang anak lebih yang terlahir dari PMI yang berhubungan tidak resmi dengan warga negara lain,” kata Suseno.
“Anak-anak yang lahir dengan keadaan yang demikian akan bermasalah karena tidak memiliki surat kelahiran dan tidak memiliki status kewarganegaraan yang sah,” ungkapnya.(rls/sir)