Jakarta, SpiritNews-Pengadilan Negeri Karawang Jawa Barat dalam putusannya, menolak permohonan keberatan ganti rugi pembebasan lahan jalur kereta cepat Jakarta-Bandung yang diajukan lima perusahaan yang terletak di kawasan industri Karawang kepada PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).
Selain terhadap PT KCIC, dalam permohonan keberatan ganti rugi lahan mega proyek itu, turut juga ditujukan kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Karawang, PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia, Gubernur Jawa Barat, Menteri Perhubungan dan Kantor Jasa Penilai Publik Muttaqin Bambang Purwanto Rozak sebagai Termohon lainnya.
Kelima perusahaan yang menjadi pemohon adalah PT Gajah Tunggal, dengan nomor perkara No.33/Pdt.G/2018/PN.Kwg; PT Karawang Cipta Persada ( No.36/Pdt.G/2018/PN.Kwg dan No.37/Pdt.G/2018/PN.Kwg); PT Perusahaan Industri Ceres (No.38/Pdt.G/2018/PN.Kwg); PT Batuah Bauntung Karawang Primaland (No. 39/Pdt.G/2018/PN.Kwg); dan PT Pertiwi Lestari (No. 40/Pdt.G/2018/PN.Kwg).
Kuasa hukum PT KCIC, Suhendra Asido Hutabarat dari Kantor Hukum LHP Law Corporation mengatakan, pihaknya mengapresiasi putusan majelis hakim terkait perkara permohonan keberatan atas nilai ganti rugi pembebasan lahan yang akan dijadikan jalur rel kereta cepat tersebut.
“Kami mengapresiasi bahwa majelis hakim sudah mempertimbangkan dengan benar. Dengan adanya putusan Pengadilan Karawang menolak seluruh permohonan, proses pembangunan oleh KCIC dapat dipercepat,” ujar Suhendra kepada wartawan, Rabu (27/6/2018).
Dijelaskan, payung hukum yang digunakan dalam perkara tersebut adalah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012, tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
“Jika merujuk pada Undang-Undang itu, maka kepentingan umum harus diutamakan apalagi mengingat proyek kereta cepat adalah proyek strategis nasional. Jadi itulah dasar hukum proses sengketa ganti kerugian,” ungkapnya.
Dijelaskan, lagipula nilai ganti rugi tersebut ditetapkan oleh Kantor Pertanahan Karawang atas penilaian yang dilakukan dan dikeluarkan oleh Kantor Jasa Penilaian Publik (KJPP). Penunjukkan KJPP oleh Kantor Pertanahan Karawang dan penilaian ganti kerugian juga telah dilakukan sesuai prosedur yang berlaku.
“Adapun sejumlah dalil yang diajukan oleh pihak pemohon, antara lain keberatan dengan besaran nilai ganti rugi yang ditetapkan, serta meminta agar tanah berdampak juga diikutsertakan sebagai objek ganti rugi ditolak oleh Majelis Hakim karena Pemohon tidak dapat membuktikan dalil-dalilnya,” ucap Suhendra.
Kuasa hukum lainnya, Rheren Situmorang didampingi Rheinhard Siahaan juga merespons positif putusan majelis hakim yang mempertimbangkan semangat dari UU 2/2012, untuk kepentingan umum.
Menurut Rheren, ada pertimbangan keadilan yang dilakukan oleh majelis hakim dalam memutus keenam perkara permohonan tersebut.
“Ada masalah keadilan yang dikedepankan, dimana dalam pertimbangannya banyak pihak yang terkena ganti rugi, tapi kenapa hanya lima perusahaan yang mengajukan sementara lainnya menerima, sedangkan proyek ini adalah untuk kepentingan umum” tutur Rheren.
Perkara permohonan itu diputus dalam waktu berbeda. Untuk perkara No.33/Pdt.G/2018/PN.Kwg, diputus hari Kamis (21/6). Perkara No.38/Pdt.G/2018/PN.Kwg, dan No. 39/Pdt.G/2018/PN.Kwg diputus hari Senin (25/6). Sementara untuk tiga permohonan lainnya, yakni No.36/Pdt.G/2018/PN.Kwg, No.37/Pdt.G/2018/PN.Kwg, dan No. 40/Pdt.G/2018/PN.Kwg, diputus hari Selasa (26/5).
Sementara itu, kuasa hukum salah satu pemohon dari PT Industri Ceres dan PT Batuah Bauntung Karawang Primaland, Sehat Damanik menyatakan putusan pengadilan jauh dari rasa adil.
“Sudah pasti kasasi karena jauh dari rasa adil,” tegas Damanik.
Sumber: Antara