HEGEMONI perkembangan pendidikan yang kian hari kian berkembang memang telah memberikan pelbagai perubahan yang besar dalam ranah kultur pendidikan nasional. Banyaknya sekolah yang ada di Indonesia tidak menjamin karakter luhur dimiliki oleh setiap siswanya. Perkembangan pendidikan yang semakin berkualitas ke depan masih belum membawa perubahan yang baik pada karakter siswa. Hal ini disebabkan karena yang menjadi fokus perhatiannya masih pada ranah kognitif. Padahal pendidikan karakter saat ini memiliki dampak yang begitu besar bagi kehidupan bangsa di masa depan. Ya, karakter merupakan hal yang terbilang vital adanya, terlebih untuk bisa membangun sebuah budaya bangsa yang luhur.
Senada dengan hal itu, Wajiran (2012) mengatakan dalam tulisannya yang berjudul Ancaman Invasi Budaya Amerika bahwa kebudayaan memiliki peran penting di dalam kehidupan manusia. Kebudayaan merupakan hasil karya cipta manusia. Oleh karena itu, dari kebudayaanlah seseorang atau sutau komunitas dikatakan beradab atau tidak beradab.
Perkembangan arus globalisasi yang begitu kencang menderu seluruh penjuru dunia memang ikut andil besar dalam memengaruhi segala perkembangan dan kebijakan pemerintah yang ada termasuk dunia pendidikan. Teknologi dan informasi setidaknya merupakan salah satu hal yang memiliki pengaruh cukup kuat dalam memengaruhi segala perubahan yang ada. Berkaca dari situasi tersebut, eksistensi pendidikan karakter tentu dinilai penting adanya. Lebih jauh, pendidikan karakter memiliki esensi peranan yang besar bernafaskan nilai-nilai luhur Indonesia guna menjawab segala persoalan di era persaingan yang global.
Pendidikan karakter perlu mendapat perhatian serta penanganan yang komprehensif oleh pemerintah, yang mengacu pada suatu acuan baku, yakni 4 Pilar Kebangsaan. Pilar-pilar tersebut di antaranya; Pancasila, Undang-Undang 1945 (UUD 1945), Bhineka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Keterlibatan segala pihak, baik pemerintah, masyarakat, swasta dan lainnya, dapat memengaruhi tercipta pendidikan karakter yang luhur.
Pelaksanaan pendidikan karakter memang telah ramai dieluh-eluhkan oleh segala pelaku dunia pendidikan saat ini. Bahkan, segala nilai bernafas karakter itu pun secara implisit harus tertera dalam Rencana Pelaksanaan Pemelajaran (RPP) yang disajikan oleh para pendidik setiap harinya di ruang belajar mengajar. Fenomena ini pula yang kemudian tidak lain mengundang banyak tanda tanya kita semua, apakah nilai-nilai karakter yang hadir secara implisit pada setiap RPP kegiatan belajar mengajar akan mampu memberikan pengaruh yang signifikan bagi perubahan karakter budaya bangsa? Atau malah hanya menjadi ritualistas semata?
Untuk menjawab kegundahan itu, Barlia (2004:57) menjelaskan bahwa perlu rasanya bagi kita semua untuk mengetahui keempat metafor yang dimungkinkan akan mendukung terciptanya perubahan (extinction, replacement, rearrangement, dan addition) dalam proses perubahan pemikiran untuk pemahaman suatu konsep sebagai hasil belajar anak. Dengan memahami keempat metafor tersebut, diharapkan proses pendidikan karakter mampu merubah, mengembalikan, mempertahankan, menguatkan, serta meningkatkan nilai-nilai karakter luhur bangsa yang mungkin sudah terdegradasi oleh pelbagai budaya luar yang terus menerus menggerus anak negeri. Selain itu kita perlu melakukan langkah-langkah pendekatan yang aplikatif yang penting sebagai berikut ini.
Pertama, mengimplementasikan sosialsisasi dan akulturasi nilai-nilai budaya lokal, mengingat dalam perspektif kehidupan global, efektifitas sosialisasi dan akulturasi sangat diperlukan agar individu tidak mengalami disorientasi dalam menghadapi pengaruh sistem nilai dan ideologi globalisasi (Hufad 2005:46).
Kedua, memerhatikan standar nasional pendidikan, menurut Rusyana (2004:31) Standar nasional pendidikan mencakup standar pemelajaran, standar kemampuan dasar, standar bidang studi, standar tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, dan standar pelayanan pendidikan yang wajib dicapai oleh masing-masing satuan pendidikan pada setiap jalur dan jenjang pendidikan.
Ketiga, bersinergis dalam mengelaborasi pendidikan karakter yang aplikatif. Dalam hal ini, guru dan siswa tidak bisa dipungkiri menjadi salah faktor utama yang menjadi fokus besar perhatian karena berada di kedudukan yang paling dasar. Mengacu pada hal itu, maka peran guru sebagai tenaga pendidik hendaknya dapat dilakukan secara baik sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Pada pasal 6, dijelaskan bahwa kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Dalam hal ini kita perlu membangun sinergisitas dalam mengelaborasi pendidikan karakter yang aplikatif, karena ini bukan hanya tugas guru saja melainkan tugas bangsa Indonesia. Kesemuanya itu agaknya perlu dipupuk dan dibangun sejak dini, sehingga tercipta sinergisitas yang baik akan mampu mengantarkan pendidikan karakter jauh lebih menyeluruh ke depan dan terciptanya generasi emas di Indonesia.
Penulis:
Yuni Nuraeni,
Mahasiswi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.