Kota Medan, spiritnews.co.id – Pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) menambah penerimaan pajak sebesar Rp 2.690 triliun dalam kurun waktu 2018-2048 atau Rp 86 triliun per tahun. Penerimaan tersebut berasal dari pajak penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Direktur Pengelolaan Risiko Keuangan Negara Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Brahmantio Isdijoso, mengatakan, potensi penerimaan pajak tersebut dihitung di empat wilayah, yaitu Sumatera Utara (Sumut), Riau, Sumatera Selatan (Sumsel), dan Lampung.
Adapun rinciannya, potensi penambahan pajak dari Sumut sebesar Rp 61 triliun per tahun, Riau sebesar Rp 8 triliun, Sumsel sebesar Rp 11 triliun, dan Lampung sebesar Rp 4 triliun per tahun.
Baca Juga : Wajib Pajak Harus Tingkatkan Kepatuhan Pelaporan Perpajakan
“Keberadaan JTTS juga akan memberikan tambahan bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) di keempat wilayah tersebut, sebesar Rp 9,7 triliun per tahun atau Rp 300,8 triliun selama periode 2018-2048,” kata Brahmantio dalam diskusi Kupas Tuntas Trans Sumatera, di Medan, Sumut, Rabu (6/3/2019).
Daerah yang mendapatkan potensi tambahan PAD terbesar adalah Sumut, yaitu sebesar 78 persen dari total potensi atau setara Rp 7,77 triliun per tahun.
JTTS sepanjang 2.765 kilometer akan menghubungkan Aceh hingga Lampung. Proyek infrastruktur strategis dengan biaya pembangunan sebesar Rp 467 triliun itu digarap oleh PT Hutama Karya (Persero) ini ditargetkan rampung pada 2024.
Pemerintah menggunakan empat skema value capture untuk memanfaatkan manfaat JTTS, yaitu melalui pajak, retribusi, pemanfaatan aset pemerintah, dan kontribusi pihak ketiga.
Berita Terkait : Bapenda Karawang Fokus Kelola 11 Sektor Pajak untuk Peningkatan PAD
Brahmantio mengatakan, berdasarkan hitung-hitungan pemerintah, output ekonomi dari pembangunan JTTS diprediksi mencapai Rp 1.193 triliun per tahun. Adapun Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) mencapai Rp 627 triliun per tahun.
Sementara pendapatan tenaga kerja di wilayah tersebut akan mencapai Rp 175 triliun per tahun. Penyerapan tenaga kerja selama periode 2018-2040 yang menjadi efek JTTS ini dihitung mencapai 2,13 juta orang.
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Ari Kuncoro mengatakan, pembangunan infrastruktur dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi dengan inflasi yang rendah.
“Investasi swasta tidak cukup kuat untuk melakukan jump start perekonomian. Ini menjelaskan kenapa pemerintah mengambil inisiatif memusatkan diri pada pemberian stimulus ekonomi melalui pembangunan infrastruktur,” ujarnya.
Pembangunan infrastruktur mendorong permintaan masyarakat sekaligus menciptakan kapasitas produksi nasional. Hal inilah yang disebut dengan infrastructurenomics.
Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Arif Budimanta menambahkan, studi di beberapa negara juga menunjukkan besarnya dampak pembangunan infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi.
Di Amerika Serikat (AS), pembangunan jalan tol meningkatkan penjualan, menciptakan bisnis baru, kepadatan pembangunan, membuka lapangan kerja, dan meningkatkan pendapatan pemerintah dari perawatan dan operasi fasilitas tol.
Di India, infrastruktur jalan berpengaruh kuat terhadap pembentukan modal domestik bruto dan pertumbuhan ekonomi.
Di Nigeria, penurunan ongkos transportasi meningkatkan kemungkinan rumah tangga untuk memperoleh pekerjaan dengan munculnya industri manufaktur.
Sementara di Indonesia, pengembangan industri, penciptaan area perumahan, dan perbaikan lingkungan tercipta di area jalan tol Jabodetabek. Kualitas jalan juga meningkatkan pertumbuhan lapangan kerja dan mendorong pergeseran menuju ekonomi yang berbasis manufaktur.
“Target pemerintah dengan pembangunan infrastruktur ini dapat menurunkan biaya logistik nasional dari sekitar 23,5 persen dari PDB pada 2018 menjadi 18,7 persen dari PDB pada 2022,” kata Arif.
KEIN membagi potensi Sumatera dalam empat zonasi dengan potensi ekonomi yang berbeda-beda. Kepada laman Beritagar, Arif menjelaskan, ruas Bakauheni-Terbanggi Besar, yang merupakan salah satu ruas strategis di JTTS, masuk ke dalam Zona 4, yang meliputi Lampung dan Sumsel.
Pada Zona 4, potensi besar yang dimiliki ada di sektor perkebunan, yaitu kepala sawit, kopi, dan kakao. Di sektor tambang ada batubara dan timah, sedangkan di sektor industri ada pupuk.
“Keberadaan tol tentu menjadi stimulan sangat baik bagi pengembangan ekonomi pada zona tersebut,” kata Arif, seperti dilansir Beritagar, Jumat (8/3/2019).
Direktur Utama PT Hutama Karya, Bintang Perbowo, menyatakan, ruas tol Bakauheni-Terbanggi Besar sangat strategis bagi ekonomi di wilayah Lampung. Menurut Bintang, beberapa hal dalam kajian yang dilakukan perusahaannya menunjukkan hal positif.
Dalam kajian Hutama Karya, berkat ruas tol itu waktu tempuh kendaraan dari Bakauheni ke Terbanggi Besar dan sebaliknya menjadi lebih pendek. Pemangkasan waktu itu berimbas kepada biaya operasional kendaraan.
“Tol Bakauheni-Terbanggi Besar bisa dilewati kendaraan dengan kecepatan 60 hingga 100 km per jam. Dari Bakauheni ke Palembang cukup ditempuh dalam waktu tiga jam,” kata Bintang.(sn)